TASAWUF MODERN MENURUT BUYA HAMKA
Arti tasawuf dan asal katanya menjadi pertikaian ahli- ahli bahasa. Setengahnya berkata bahwa perkataan ini diambil dari perkataan shifa', artinya suci bersih, ibarat kilat kaca. Kata setengahnya berasal dari perkataan "shuf", artinya bulu binatang. Sebab, orang-orang yang memasuki tasawuf ini memakai baju dari bulu binatang, mereka benci pakaian yang indah-indah atau pakaian 'orang dunia" ini. Dan kata setengahnya diambil dari kaum "shuffah"; Segolongan sahabat-sahabat Nabi yang menyisihkan dirinya di suatu tempat terpencil di samping masjid Nabi. Kata setengahnya pula dari perkataan "shufanah", ialah sebangsa kayu yang mersik tumbuh di padang pasir tanah Arab. Tetapi setengah ahli bahasa dan riwayat terutama di zaman yang akhir ini mengatakan bahwa perkataan "Sufi" itu bukanlah bahasa Arab, tetapi bahasa Yunani lama yang telah di-Arab-kan. Asalnya "theosofie", artinya "ilmu ke Ketuhanan", kemudian di- Arab-kan dan diucapkan dengan lidah orang Arab sehingga berubah menjadi "tasawuf".
Dalam tasawuf modern yang ditawarkan oleh Hamka, seorang sufi harus menempatkan Tuan dalam skala “tauhid”. Tauhid dini artinya : Tuhan yang Esa itu ada pada posisi transenden (berada di luar dan di atas terpisah dari makhluk) tetapi sekaligus terasa dekat dalam hati (qalb). Pengertian ini merupakan gabungan antara konsep keakidahan (ilmu kalam) dan konsep “ihsan” menurut Rasulullah SAW. Dengan demikian Tuhan tidak ditempatkan “terlalu jauh” tetapi juga tidak “terlalu dekat”. Akidah ini disebut juga dengan akidah susme (meminjam istilah Prof. Dr. Simuh). Ajaran Tauhid sangat ditekankan oleh Hamka, karena bagi dia selama abad ke tiga belas, empat belas dan lima belas, ketika perkembangan Islam ke Indonesia, maka ajaran Islam itu sendiri di seluruh negeri-negeri Islam sedang dipengaruhi oleh ajaran tasawuf yang telah banyak menyeleweng dari pangkalnya. Baik ketika kita pergi ke Mesir, Asia Tengah, Islam diliputi oleh tasawuf yang terpengaruh oleh berbagai macam ajaran yang bukan aslinya. Setelah abad ke tujuh belas, banyak orang Hadramaut datang ke Indonesia yang bermazhab “Sya’i”. Mereka pun membawa pemujaan kubur dan keramat yang dinamakan “haul” setiap tahun di samping memperteguh pengaruh madzhab Sya’i tersebut. Tasawuf di Indonesia banyak dipengaruhi dari Persia (Iran) dan India (Hamka, 1994, hal. 226). Hamka menekankan bertasawuf lewat taat peribadatan (ibadah) yang dituntunkan agama dan merenungkan hikmah (semangat Islam yang tersembunyi) di balik seluruh bentuk dan macam peribadatan itu. Kehidupan tasawuf seseorang baru dapat dikatakan berhasil jika pada diri seseorang tersebut tampak etos sosial yang tinggi, kepekaan sosial yang tinggi (karamah dalam arti sosio-relgius) Sama dengan juga kehormatan yang disebabkan kiprah dan jasa sosial yang dimotivasi oleh dorongan kesalehan dalam menjalankan syariah agama). Inilah yang disebut dengan reeksi hikmah. Tasawuf juga bukanlah menjadi suatu tujuan. Tasawuf merupakan buah hasil dari pelaksanaan peribadahan yang benar dan ikhlas (Damami, 2000, hal. 218). Salah satu dari jalan tasawuf adalah kefakiran (poverty). Arti kefakiran (memiliki sesedikit mungkin barang-barang duniawi dipandang secara meyakinkan sebagai yang sangat mungkin mencapai keselamatan) dalam arti sesungguhnya itu bukan berarti semata-mata kekurangan dalam hal kekayaan, tetapi bahkan tidak memiliki keinginan untuk memperoleh kekayaan ini dapat diandaikan kosongnya hati (dari keinginan terhadap perolehan kekayaan) sebagaimana kosongnya tangan (karena tidak memegang apa-apa). Jadi konsep kefakiran itu menampak dengan :tidak memiliki apa-apa, hati pun juga tidak menampak dengan:tidak memiliki apa-apa. Sungguh pun begitu, konsep ini mengandung arti yang sesungguhnya seperti itu. Sebab, bisa saja ada seorang sufi yang punya harta benda banyak, namun dia merasa tidak memiliki harta benda itu, hatinya dapat “berjarak” dengan semua harta kekayaan itu.
Tasawuf menurut Syekh Yusuf Al-makassari
Syekh Yusuf al-Makassari lahir tanggal 3 juli 1628 M di Gowa, Sulawesi Selatan. Kemudian wafat 23 mei 1699 M di Sandvliet Cape Town, adalah seorang tokoh besar yang memberikan sumbangsih luar biasa bagi peradaban Islam di Nusantara. Keluasan ilmu yang beliau peroleh melalui kontak ilmu pengetahuan dengan pusat-pusat keilmuan Islam telah membentuk pribadinya sebagai pemikir dan penulis muslim. Pemikirannya yang brilian adalah sebuah warisan emas bagi bangsa Indonesia, khususnya umat Islam. Pemikiran tasawuf yang ia kembangkan menegaskan peran tasawuf yang besar Dalam Pembentukan karakter keberagamaan Islam di nusantara. Beberapa ajarannya, yaitu Makna Tasawuf Hubungannya dengan Akidah, Konsep Tauhid dan Wahdatul Wujud, Konsep Ma'rifat dan Haqiqat, Makna Zikrullah, Wujud Tuhan dan Bayang Bayang, Karamah, Mu'jizat dan Istidraj, dan Al-Insan al-Kamil, memberikan pengaruh besar dalam keberagamaan umat Islam.
Konsep Tasawuf Menurut Syekh Yusut Al-Makassari 1. Makna Tasawuf dan Hubungannya dengan Akidah. Syekh Yusuf al-Makassari dalam kajiannya tidak membedakan antara perkataan tasawuf dan suluk Beliau menyatakan bahwa istilah tasawuf merujuk kepada kaedah pengalaman syariah semata-mata. Suluk pada hakikatnya adalah merupakan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. melalui pengalaman syariah Islam, yaitu ajaran yang telah dibawa oleh Rasulullah SAW.
2. Konsep Tauhid dan Wahdat al-Wujual Adapun konsep Syekh Yusuf tentang Tauhid al-llah, telah dirumuskan dalam risalah al-Nathah, yaitu:"Sesungguhnya Allah Ta'ala disifati dengan ayat al-Quran surat al-Shurs ayat II, yang bermaksud: Tiada suatu apapun yang menyerupai-Nya. Dari pernyataan beliau di atas, jelas bahwa konsep Tauhid beliau tidak lepas dari konsep tauhid Ahl al- Sunnah Wa al- Jamaah yang menetapkan zat dan sifat bagi Allah, sebagaimana yang termaktub dalam al-Quranul Karim. Malah beliau menegaskan bahwa ayat-ayat di atas adalah merupakan dasar Tauhid yang sebenarnya yang mesti dipegangi dan diyakini. Beliau menyebutnya sebagai Um all'tqadar (induk dari keimanan). Menurut Syekh Yusuf unsur-unsur ketauhidan yang mesti diyakini sebagai orang yang menjalani suluk (pendekatan diri) di antaranya adalah
Pertama: Tauhid al-Ahad, yaitu meyakini bahwa sesungguhnya Allah adalah wujud qadim (wujud tidak berpermulaan), qadim binafsih (berdiri dengan sendirinya), muqawwim lighairih (mengadakan selainnya). Sesungguhnya Allah tiada bermula wajud-Nya dan tiada ujung-Nya, tiada serupa dengan-Nya, Dia adalah Malsa Tinggal, tumpuan pengharapan, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak satupun yang menyerupai-Nya.
Kedua Tauhid al-Af'al,
ialah meyakini bahwa sesungguhnya Allah, Dialah pencipta segala sesuatunya, Dialah yang memberi daya dan kekuatan dalam melaksanakan semua urusan, apa yang dikehendaki elch manusia tidak akan mungkin terjadi kecuali atas kemauan Allah jua, semua yang diinginkan oleh Allah pasti terjadi dan yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan mungkin terjadi. Ketiga: Tauhid al-ma'iyyah, yaitu meyakini bahwa sesungguhnya Allah senantiasa bersama hamba-Nya dimanapun ia berada. Keempat Tauhid al-Ihatah, yaitu meyakini bahwa sesungguhnya Allah meliputi segala sesuatu.
3. Konsep Ma'rifah dan Haqiqah
Dalam konsep ma'rifah dan haqiqah, beliau selalu menghubungkannya dengan dua istilah lain, yaitu syariah dan tariqah yang selalu disinggung secara bersamaan, Beliau menguraikan keempat istilah im dan kedudukannya masing-masing, Syariah ditafsirkan sebagai teori (nazariyyah), yaitu ilmu tentang tata cara melakukan ibadah kepada Allah mengikuti syariat Islam yang telah dikaji secara mendalam oleh ulama fiqh (fuqaha). Sementara tariqah ialah pelaksanaan (tatbiq) amal ibadah
(syariah Islamiyyah) dengan penuh keikhlasan mengikuti bimbingan seorang mursyid yang dianggap berpengalaman dan memiliki ilmu yang luas tentang syariat Islam. Adapan haqiqah Syekh Yusuf menafsrkan sebagai suatu sikap yang sangat dalam (mauqif batiniy) ketika beribadah dengan Bermusyahadah kepada al-Ma'bud (Allah). Sementara ma'rifah adalah satu anugerah Ilahi ('ara Hali) yang langsung dirasakan oleh mereka yang telah menjalani suluk mengikuti petunjuk syariah Islam dengan penuh keikhlasan dan sikap ihsan.
4. Makna Zikrullah Menurut Syekh Yusuf ibadah zikir itu adalah wujud kesempurnaan iniba (mengikuti) Nahi Muhammad SAW (Zainuddin Hamka.2009). Dan amat dianjurkan bagi mereka yang menjalani suluk(pendekatan diri) kepada Allah.
5. Wujud Tuban dan Bayang Bayang
Menurut Syekh Yusuf, apa saja yang ada selain Allah sebenarnya tidak ada. Wujud selain Allah hanyalah sebagai bayangan wujud yang berdiri dan memberi wujud bagi yang lain. Yang demikian itu adalah wujud al-Haq. la menggambarkan bahwa bayang-bayang seseorang itu bukan terwujud dengan sendirinya melainkan wujud karena adanya orang itu sendiri. Yang ada itu adalah orangnya saja, sekalipun bayangan itu terlihat dengan mata. (Zainuddin Hamka, 2009)
6. Karamah, Mu'jizat dan Istidraj Tentang karamah dan mu'jizat atau hal-hal yang luar biasa yang terjadi atas diri hamba (orang awam) dinamakan istidraj bukan keramals apabila terjadi atas diri seorang saleh yang melaksanakan syariat
berlebih-lebih, maka dinamakanlah karamah, sebagai karunia dari Allah dan bila terjadi atas diri serang nabi, dinamakan mu'jizat, akan tetapi bila terjadi sebelum kenabian dinamakan irhas. (Zainuddin Hamka, 2009)
7. Al-Insan al-Kami
Manusia sempurna menurut Syekh Yusuf adalah manusia yang mengenal Allah dan sampai ke maqam makrifat, bukanlah manusia biasa atau binatang yang berbentuk manusia. Manusia sempurna yang ingat pada Allah dalam segala urusannya kapanpun dan di manapun ia berada, segala kehendaknya untuk Allah dan selalu disisi-Nya. Manusia sempurna itulah yang dipilih Tuhan untuk menampakkan dir-Nya. lalu diberikan-Nya berbagai macam sifat-Nya kepada manusia tersebur, seolah-olah hamba tersebut setelah berakhlak dengan akhlakullah, menjadi Dia dan menjadi Khalifah-Nya di bumi dan menyerupai-Nya, karena Allah telah menciptakan Adam untuk menjadikannya khalifatullah di bumi. Manusia macam inilah van meniadi rahasia-Nya Svekh
Komentar
Posting Komentar